Friday, August 3, 2012

Hujan Ungu

Posted by phero at 5:41 AM

#1 Hujan Ungu #supershortstory #sss #starts

#2 Jumat 18:00 Petang tidak mengulur waktu untuk memunculkan dirinya, setelah senja puas menikmati dunia. #sss

#3 Seperti sebuah keharusan bagi Anya untuk melangkahkan kaki keluar dari sebuah gedung tua yang disebutnya perpustakaan universitas. #sss

#4 Kini paper telah menjadi sebuah hobi barunya yang menyita waktu senggang yang biasanya dia habiskan untuk melamun. #sss

#5 Ya. Melamunkan hidupnya dan menuliskannya dalam bait-bait kata di balik buku catatan kuliahnya. #sss

#6 Sebuah pilihan yang cukup sulit ketika kesenangannya menulis harus perlahan berhenti karena dia di terima di fakultas psikologi. Bukan sastra. #sss

#7 Dan kini sepertinya waktu yang dimilikinya hanya cukup untuk bercengkerama dengan tugas kuliah. #sss

#8 Menjadi seorang penulis menghantui mimpinya pada masa lalu. #sss

#9 Mimpi adalah kunci, kata seseorang. Tapi apa yang harus dia lakukan ketika kunci itu terlepas, pikir Anya. #sss

#10 Lorong di sebuah gang sempit itu lebih gelap dari biasanya. Pun langit yang sepertinya menolak untuk bersahabat. #sss

#11 Gerimis akhirnya menemani langkah Anya menyusuri petang menuju sebuah pondokan yang selama 2 tahun ini menjadi tempat berteduh. #sss

#12 Langkah-langkah itu semakin cepat seturut rintik yang makin deras. Membasahi kemeja merah yang di pakainya. #sss

#13 Anya pun menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah dengan gerbang berwarna hijau di ujung jalan. #sss

#14 Anya mencoba membuka gerbang itu dengan kunci yang di bawanya. Di bawah hujan. #sss

#15 Guyuran air di petang itu sudah cukup membasahi rambut, baju, dan beberapa jurnal yang di bawanya. #sss

#16 "Boten mbeta payung napa, Mbak?" suara ibu kos yang sedang duduk di ruang depan menyambut kepulangan Anya. #sss

#17 "Oh, nggih Bu. Saya lupa bawa payung tadi. Mari Bu," Anya melanjutkan langkahnya menaiki tangga menuju ruang atas. #sss

#18 Rumah itu berbentuk L dengan enam kamar menghadap ke halaman yang berderet di lantai atas. Sedangkan lantai bawah ditempati oleh keluarga ibu kos. #sss

#19 Kamar Anya terletak di ujung deretan itu. Di dekat sebuah pohon cemara yang meneduhi kamarnya jika siang tiba. #sss

#20 Kamar itu cukup lebar. Rona merah marun mendominasi ruangan itu. Anya meletakkan buku-buku yang dibawanya tadi di sebuah meja kecil. #sss

#21 Tanpa berganti baju dan hanya mengusap wajah dan rambutnya dengan handuk, Anya pun duduk di kursi dan mulai melanjutkan mengerjakan tugas kuliahnya. #sss

#22 Anya mulai menuliskan beberapa teori yang akan digunakannya untuk mendukung judul papernya. #sss

#23 Laptop dan lembaran jurnal menjadi teman akrabnya malam ini. Pun suara Hayley Williams dari speaker yang mengiringinya. #sss

#24 Besok adalah waktu yang dipilihnya untuk mengumpulkan paper. Ya. Seminggu sebelum waktu yang ditentukan oleh dosennya. #sss

#25 Anya memilih mengumpulkan tugas itu sebelum waktunya karena dia berencana pulang ke Jakarta. Ke rumah orangtuanya yang sudah satu tahun ini tidak dikunjunginya. #sss

#26 21:00 Anya masih terpaku di depan tugas kuliahnya. Jurnal yang tadi sempat basah karena hujan kini mengering. #sss

#27 Hembusan angin malam itu seperti mengharuskan Anya untuk segera menghentikan aktivitasnya. Dingin. Menusuk. #sss

#28 Namun Anya tetap berkeras akan menyelesaikan tugasnya malam ini. #sss

#29 Dibukanya almari kecil di dekat tempat tidurnya. Anya mencari penghangat kaki yang sudah lama tak dipakainya. #sss

#30 Anya membuka pintu almari yang paling bawah dan menarik kain penghangat kaki warna-warni yang tampak menyolok di antara tumpukan kaos kaki lainnya. #sss

#31 Tiba-tiba sebuah benda kecil ikut tertarik keluar dan terjatuh ke lantai. Sebuah kotak kecil. Berwarna ungu. #sss

#32 Anya seperti terhenyak. Kotak kecil berwarna ungu itu mengingatkannya pada sesuatu di masa lalu. Seseorang. #sss

#33 Diambilnya kotak itu. Anya pun duduk termangu di atas tempat tidurnya. #sss

#34 Ungu. Adalah warna yang selalu menemani hari-harinya. Dulu. #sss

#35 Ungu. Adalah warna yang selalu di pilih Darrel saat memberikan hadiah-hadiah kecil untuk Anya. #sss

#36 Darrel. Adalah nama yang pernah mengisi hatinya. Dulu. Sebelum Anya pindah ke Jogja untuk kuliah. #sss

#37 Ingatan Anya seperti terlempar kembali ke masa lalu. Dua tahun lalu. #sss

#38 Ketika dia memilih melanjutkan studi ke Jogja. Dan meninggalkan Jakarta. Dan mengakhiri cintanya. #sss

#39 Kotak kecil itu adalah bingkisan terakhir dari Darrel sebelum Anya berangkat ke Jogja. Belum pernah dibukanya. #sss

#40 Jemari Anya mulai merobek kertas ungu pembungkus kotak itu. Kotak itu pun berwarna ungu. Lagi. #sss

#42 Sebuah buku bersampul ungu. Anya membuka halaman pertama buku itu. #sss

#43 Sebuah kalimat tertulis rapi di tengah halaman pertama. #sss

#44 "085228008417 I will always be here for you.. To accompany you writing our story.. Again.. On this book.. Darrel" #sss

#45 Anya tertegun. Tangannya meraih telepon genggam yang berada di bawah bantal merah marunnya. #sss

#46 "Halo. Ini sapa ya?" Suara itu kembali terngiang di telinga Anya. Darrel. Siapa lagi?

#47 Anya masih terdiam. Seperti tak sanggup mengucapkan kata. #sss

#48 "Halo?" kembali suara Darrel terdengar. #sss

#49 "Em. Ini Anya," ucap Anya. Darrel tidak menyahut. Untuk beberapa menit mereka hening. #sss

#50 "Oh, hey Anya. Apa kabar?" nada suara Darrel menjadi datar. Pelan. #sss

#51 "Baik. Kamu?" "Baik. Habis main basket." "Oh masih suka main basket ya. Maaf ganggu." "Ga papa. Ini dah mau pulang kok." #sss

#52 Kembali mereka terdiam. Anya tak tahu harus berkata apa lagi. #sss

#53 "Eh, hari minggu ini ada waktu ga?" ucap Anya teringat akan rencananya kembali ke Jakarta. #sss

#54 "Oh. Ada." "Besok sore aku ke Jakarta." "Oh." "Kalau ada waktu kita ketemu." "Oh. Oke." "Thank you. Eh. Hati-hati pulangnya. Jangan ngebut." #sss

#55 "Oke. Ak di boncengin temen kok." "Naik motor?" "Iya. Motor dia baru." "Oh. Oke. Thank you, Darrel. Good night." "Night." #sss

#56 Terdengar suara riuh dan siulan kecil di seberang sebelum Anya mengakhiri panggilan. Kini dia kembali termenung. #sss

#57 Setelah menghela nafas panjang, Anya bergegas melanjutkan tugasnya malam ini. Dengan senyum kecil di bibirnya. #sss

#58 Minggu 07:00 Anya duduk di depan rumahnya. Bunga lavender kesukaan mamanya sudah tumbuh mekar di sekeliling kolam ikan. #sss

#59 Anya pun menelepon Darrel kembali. Semoga mereka bisa bertemu pagi ini. #sss

#60 "Halo." "Eh. Darrel. Ketemuannya pagi aja bisa?" "Maaf. Ini Mike, temen Darrel. Eh, ini Anya kan?" "Iya." "Anya ke rumah Darrel aja ya skrg." #sss

#61 Anya pun menyusuri Jakarta pagi itu. Sendirian dengan mobil mamanya. Tak lupa di bawanya buku bersampul ungu dari Darrel.. #sss

#62 Tidak biasanya Anya ke rumah Darrel sendirian, tanpa di jemput. Namun tidak apa, pikir Anya, dia yang mengajak bertemu. #sss

#63 "Darrel di mana?" tanya Anya ketika sampai di rumah Darrel dan bertemu dengan Mike saja. #sss

#64 "Eh. Ayo ku antar," ucap Mike yang terlihat gugup. Mike pun berjalan meninggalkan rumah Darrel. Anya mengikutinya. #sss

#65 Langit pagi itu gelap. Angin menderu. Sampai di ujung gang tiba-tiba Mike berbelok dan memasuki sebuah tempat lapang. Anya terhenyak. #sss

#66 "Mike? Darrel ngapain di sini? Mamanya sudah sembuh kan? Operasi jantungnya sukses kan? Mamanya ga kenapa-kenapa kan?" tanya Anya khawatir. #sss

#67 "Bukan mamanya," ucap Mike. Dia menghentikan langkahnya. #sss

#68 Anya termangu. Dan bersimpuh ke tanah. Angin bertiup semakin kencang. #sss

#69 "Darrel Pramaditya, 10 Juni 2012" tertulis di sebuah batu nisan di atas tanah merah pagi ini. #sss

#70 "Darrel.. Kecelakaan...," ucap Mike terbata. #sss

#71 Air mata Anya menitik di atas buku bersampul ungu yg digenggamannya. Seiring bunga-bunga ungu yang gugur tertiup angin. #sss

#72 The Purple Rain. The End. Thank you for reading. #sss

0 comments:

Post a Comment

What do you think about the story?

Friday, August 3, 2012

Hujan Ungu


#1 Hujan Ungu #supershortstory #sss #starts

#2 Jumat 18:00 Petang tidak mengulur waktu untuk memunculkan dirinya, setelah senja puas menikmati dunia. #sss

#3 Seperti sebuah keharusan bagi Anya untuk melangkahkan kaki keluar dari sebuah gedung tua yang disebutnya perpustakaan universitas. #sss

#4 Kini paper telah menjadi sebuah hobi barunya yang menyita waktu senggang yang biasanya dia habiskan untuk melamun. #sss

#5 Ya. Melamunkan hidupnya dan menuliskannya dalam bait-bait kata di balik buku catatan kuliahnya. #sss

#6 Sebuah pilihan yang cukup sulit ketika kesenangannya menulis harus perlahan berhenti karena dia di terima di fakultas psikologi. Bukan sastra. #sss

#7 Dan kini sepertinya waktu yang dimilikinya hanya cukup untuk bercengkerama dengan tugas kuliah. #sss

#8 Menjadi seorang penulis menghantui mimpinya pada masa lalu. #sss

#9 Mimpi adalah kunci, kata seseorang. Tapi apa yang harus dia lakukan ketika kunci itu terlepas, pikir Anya. #sss

#10 Lorong di sebuah gang sempit itu lebih gelap dari biasanya. Pun langit yang sepertinya menolak untuk bersahabat. #sss

#11 Gerimis akhirnya menemani langkah Anya menyusuri petang menuju sebuah pondokan yang selama 2 tahun ini menjadi tempat berteduh. #sss

#12 Langkah-langkah itu semakin cepat seturut rintik yang makin deras. Membasahi kemeja merah yang di pakainya. #sss

#13 Anya pun menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah dengan gerbang berwarna hijau di ujung jalan. #sss

#14 Anya mencoba membuka gerbang itu dengan kunci yang di bawanya. Di bawah hujan. #sss

#15 Guyuran air di petang itu sudah cukup membasahi rambut, baju, dan beberapa jurnal yang di bawanya. #sss

#16 "Boten mbeta payung napa, Mbak?" suara ibu kos yang sedang duduk di ruang depan menyambut kepulangan Anya. #sss

#17 "Oh, nggih Bu. Saya lupa bawa payung tadi. Mari Bu," Anya melanjutkan langkahnya menaiki tangga menuju ruang atas. #sss

#18 Rumah itu berbentuk L dengan enam kamar menghadap ke halaman yang berderet di lantai atas. Sedangkan lantai bawah ditempati oleh keluarga ibu kos. #sss

#19 Kamar Anya terletak di ujung deretan itu. Di dekat sebuah pohon cemara yang meneduhi kamarnya jika siang tiba. #sss

#20 Kamar itu cukup lebar. Rona merah marun mendominasi ruangan itu. Anya meletakkan buku-buku yang dibawanya tadi di sebuah meja kecil. #sss

#21 Tanpa berganti baju dan hanya mengusap wajah dan rambutnya dengan handuk, Anya pun duduk di kursi dan mulai melanjutkan mengerjakan tugas kuliahnya. #sss

#22 Anya mulai menuliskan beberapa teori yang akan digunakannya untuk mendukung judul papernya. #sss

#23 Laptop dan lembaran jurnal menjadi teman akrabnya malam ini. Pun suara Hayley Williams dari speaker yang mengiringinya. #sss

#24 Besok adalah waktu yang dipilihnya untuk mengumpulkan paper. Ya. Seminggu sebelum waktu yang ditentukan oleh dosennya. #sss

#25 Anya memilih mengumpulkan tugas itu sebelum waktunya karena dia berencana pulang ke Jakarta. Ke rumah orangtuanya yang sudah satu tahun ini tidak dikunjunginya. #sss

#26 21:00 Anya masih terpaku di depan tugas kuliahnya. Jurnal yang tadi sempat basah karena hujan kini mengering. #sss

#27 Hembusan angin malam itu seperti mengharuskan Anya untuk segera menghentikan aktivitasnya. Dingin. Menusuk. #sss

#28 Namun Anya tetap berkeras akan menyelesaikan tugasnya malam ini. #sss

#29 Dibukanya almari kecil di dekat tempat tidurnya. Anya mencari penghangat kaki yang sudah lama tak dipakainya. #sss

#30 Anya membuka pintu almari yang paling bawah dan menarik kain penghangat kaki warna-warni yang tampak menyolok di antara tumpukan kaos kaki lainnya. #sss

#31 Tiba-tiba sebuah benda kecil ikut tertarik keluar dan terjatuh ke lantai. Sebuah kotak kecil. Berwarna ungu. #sss

#32 Anya seperti terhenyak. Kotak kecil berwarna ungu itu mengingatkannya pada sesuatu di masa lalu. Seseorang. #sss

#33 Diambilnya kotak itu. Anya pun duduk termangu di atas tempat tidurnya. #sss

#34 Ungu. Adalah warna yang selalu menemani hari-harinya. Dulu. #sss

#35 Ungu. Adalah warna yang selalu di pilih Darrel saat memberikan hadiah-hadiah kecil untuk Anya. #sss

#36 Darrel. Adalah nama yang pernah mengisi hatinya. Dulu. Sebelum Anya pindah ke Jogja untuk kuliah. #sss

#37 Ingatan Anya seperti terlempar kembali ke masa lalu. Dua tahun lalu. #sss

#38 Ketika dia memilih melanjutkan studi ke Jogja. Dan meninggalkan Jakarta. Dan mengakhiri cintanya. #sss

#39 Kotak kecil itu adalah bingkisan terakhir dari Darrel sebelum Anya berangkat ke Jogja. Belum pernah dibukanya. #sss

#40 Jemari Anya mulai merobek kertas ungu pembungkus kotak itu. Kotak itu pun berwarna ungu. Lagi. #sss

#42 Sebuah buku bersampul ungu. Anya membuka halaman pertama buku itu. #sss

#43 Sebuah kalimat tertulis rapi di tengah halaman pertama. #sss

#44 "085228008417 I will always be here for you.. To accompany you writing our story.. Again.. On this book.. Darrel" #sss

#45 Anya tertegun. Tangannya meraih telepon genggam yang berada di bawah bantal merah marunnya. #sss

#46 "Halo. Ini sapa ya?" Suara itu kembali terngiang di telinga Anya. Darrel. Siapa lagi?

#47 Anya masih terdiam. Seperti tak sanggup mengucapkan kata. #sss

#48 "Halo?" kembali suara Darrel terdengar. #sss

#49 "Em. Ini Anya," ucap Anya. Darrel tidak menyahut. Untuk beberapa menit mereka hening. #sss

#50 "Oh, hey Anya. Apa kabar?" nada suara Darrel menjadi datar. Pelan. #sss

#51 "Baik. Kamu?" "Baik. Habis main basket." "Oh masih suka main basket ya. Maaf ganggu." "Ga papa. Ini dah mau pulang kok." #sss

#52 Kembali mereka terdiam. Anya tak tahu harus berkata apa lagi. #sss

#53 "Eh, hari minggu ini ada waktu ga?" ucap Anya teringat akan rencananya kembali ke Jakarta. #sss

#54 "Oh. Ada." "Besok sore aku ke Jakarta." "Oh." "Kalau ada waktu kita ketemu." "Oh. Oke." "Thank you. Eh. Hati-hati pulangnya. Jangan ngebut." #sss

#55 "Oke. Ak di boncengin temen kok." "Naik motor?" "Iya. Motor dia baru." "Oh. Oke. Thank you, Darrel. Good night." "Night." #sss

#56 Terdengar suara riuh dan siulan kecil di seberang sebelum Anya mengakhiri panggilan. Kini dia kembali termenung. #sss

#57 Setelah menghela nafas panjang, Anya bergegas melanjutkan tugasnya malam ini. Dengan senyum kecil di bibirnya. #sss

#58 Minggu 07:00 Anya duduk di depan rumahnya. Bunga lavender kesukaan mamanya sudah tumbuh mekar di sekeliling kolam ikan. #sss

#59 Anya pun menelepon Darrel kembali. Semoga mereka bisa bertemu pagi ini. #sss

#60 "Halo." "Eh. Darrel. Ketemuannya pagi aja bisa?" "Maaf. Ini Mike, temen Darrel. Eh, ini Anya kan?" "Iya." "Anya ke rumah Darrel aja ya skrg." #sss

#61 Anya pun menyusuri Jakarta pagi itu. Sendirian dengan mobil mamanya. Tak lupa di bawanya buku bersampul ungu dari Darrel.. #sss

#62 Tidak biasanya Anya ke rumah Darrel sendirian, tanpa di jemput. Namun tidak apa, pikir Anya, dia yang mengajak bertemu. #sss

#63 "Darrel di mana?" tanya Anya ketika sampai di rumah Darrel dan bertemu dengan Mike saja. #sss

#64 "Eh. Ayo ku antar," ucap Mike yang terlihat gugup. Mike pun berjalan meninggalkan rumah Darrel. Anya mengikutinya. #sss

#65 Langit pagi itu gelap. Angin menderu. Sampai di ujung gang tiba-tiba Mike berbelok dan memasuki sebuah tempat lapang. Anya terhenyak. #sss

#66 "Mike? Darrel ngapain di sini? Mamanya sudah sembuh kan? Operasi jantungnya sukses kan? Mamanya ga kenapa-kenapa kan?" tanya Anya khawatir. #sss

#67 "Bukan mamanya," ucap Mike. Dia menghentikan langkahnya. #sss

#68 Anya termangu. Dan bersimpuh ke tanah. Angin bertiup semakin kencang. #sss

#69 "Darrel Pramaditya, 10 Juni 2012" tertulis di sebuah batu nisan di atas tanah merah pagi ini. #sss

#70 "Darrel.. Kecelakaan...," ucap Mike terbata. #sss

#71 Air mata Anya menitik di atas buku bersampul ungu yg digenggamannya. Seiring bunga-bunga ungu yang gugur tertiup angin. #sss

#72 The Purple Rain. The End. Thank you for reading. #sss

No comments:

Post a Comment

What do you think about the story?

 

My Word is Simple Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting