#1 Hujan Ungu
#supershortstory #sss #starts
#2 Jumat 18:00 Petang
tidak mengulur waktu untuk memunculkan dirinya, setelah senja puas menikmati
dunia. #sss
#3 Seperti sebuah
keharusan bagi Anya untuk melangkahkan kaki keluar dari sebuah gedung tua yang
disebutnya perpustakaan universitas. #sss
#4 Kini paper telah
menjadi sebuah hobi barunya yang menyita waktu senggang yang biasanya dia
habiskan untuk melamun. #sss
#5 Ya. Melamunkan
hidupnya dan menuliskannya dalam bait-bait kata di balik buku catatan
kuliahnya. #sss
#6 Sebuah pilihan yang
cukup sulit ketika kesenangannya menulis harus perlahan berhenti karena dia di
terima di fakultas psikologi. Bukan sastra. #sss
#7 Dan kini sepertinya
waktu yang dimilikinya hanya cukup untuk bercengkerama dengan tugas kuliah.
#sss
#8 Menjadi seorang
penulis menghantui mimpinya pada masa lalu. #sss
#9 Mimpi adalah kunci,
kata seseorang. Tapi apa yang harus dia lakukan ketika kunci itu terlepas,
pikir Anya. #sss
#10 Lorong di sebuah
gang sempit itu lebih gelap dari biasanya. Pun langit yang sepertinya menolak
untuk bersahabat. #sss
#11 Gerimis akhirnya
menemani langkah Anya menyusuri petang menuju sebuah pondokan yang selama 2
tahun ini menjadi tempat berteduh. #sss
#12 Langkah-langkah itu
semakin cepat seturut rintik yang makin deras. Membasahi kemeja merah yang di
pakainya. #sss
#13 Anya pun
menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah dengan gerbang berwarna hijau di
ujung jalan. #sss
#14 Anya mencoba membuka
gerbang itu dengan kunci yang di bawanya. Di bawah hujan. #sss
#15 Guyuran air di
petang itu sudah cukup membasahi rambut, baju, dan beberapa jurnal yang di
bawanya. #sss
#16 "Boten mbeta
payung napa, Mbak?" suara ibu kos yang sedang duduk di ruang depan
menyambut kepulangan Anya. #sss
#17 "Oh, nggih Bu.
Saya lupa bawa payung tadi. Mari Bu," Anya melanjutkan langkahnya menaiki
tangga menuju ruang atas. #sss
#18 Rumah itu berbentuk
L dengan enam kamar menghadap ke halaman yang berderet di lantai atas.
Sedangkan lantai bawah ditempati oleh keluarga ibu kos. #sss
#19 Kamar Anya terletak
di ujung deretan itu. Di dekat sebuah pohon cemara yang meneduhi kamarnya jika
siang tiba. #sss
#20 Kamar itu cukup lebar.
Rona merah marun mendominasi ruangan itu. Anya meletakkan buku-buku yang
dibawanya tadi di sebuah meja kecil. #sss
#21 Tanpa berganti baju
dan hanya mengusap wajah dan rambutnya dengan handuk, Anya pun duduk di kursi
dan mulai melanjutkan mengerjakan tugas kuliahnya. #sss
#22 Anya mulai
menuliskan beberapa teori yang akan digunakannya untuk mendukung judul
papernya. #sss
#23 Laptop dan lembaran
jurnal menjadi teman akrabnya malam ini. Pun suara Hayley Williams dari speaker
yang mengiringinya. #sss
#24 Besok adalah waktu
yang dipilihnya untuk mengumpulkan paper. Ya. Seminggu sebelum waktu yang
ditentukan oleh dosennya. #sss
#25 Anya memilih
mengumpulkan tugas itu sebelum waktunya karena dia berencana pulang ke Jakarta.
Ke rumah orangtuanya yang sudah satu tahun ini tidak dikunjunginya. #sss
#26 21:00 Anya masih
terpaku di depan tugas kuliahnya. Jurnal yang tadi sempat basah karena hujan
kini mengering. #sss
#27 Hembusan angin malam
itu seperti mengharuskan Anya untuk segera menghentikan aktivitasnya. Dingin.
Menusuk. #sss
#28 Namun Anya tetap
berkeras akan menyelesaikan tugasnya malam ini. #sss
#29 Dibukanya almari
kecil di dekat tempat tidurnya. Anya mencari penghangat kaki yang sudah lama
tak dipakainya. #sss
#30 Anya membuka pintu
almari yang paling bawah dan menarik kain penghangat kaki warna-warni yang
tampak menyolok di antara tumpukan kaos kaki lainnya. #sss
#31 Tiba-tiba sebuah
benda kecil ikut tertarik keluar dan terjatuh ke lantai. Sebuah kotak kecil.
Berwarna ungu. #sss
#32 Anya seperti
terhenyak. Kotak kecil berwarna ungu itu mengingatkannya pada sesuatu di masa
lalu. Seseorang. #sss
#33 Diambilnya kotak
itu. Anya pun duduk termangu di atas tempat tidurnya. #sss
#34 Ungu. Adalah warna
yang selalu menemani hari-harinya. Dulu. #sss
#35 Ungu. Adalah warna
yang selalu di pilih Darrel saat memberikan hadiah-hadiah kecil untuk Anya.
#sss
#36 Darrel. Adalah nama
yang pernah mengisi hatinya. Dulu. Sebelum Anya pindah ke Jogja untuk kuliah.
#sss
#37 Ingatan Anya seperti
terlempar kembali ke masa lalu. Dua tahun lalu. #sss
#38 Ketika dia memilih
melanjutkan studi ke Jogja. Dan meninggalkan Jakarta. Dan mengakhiri cintanya.
#sss
#39 Kotak kecil itu
adalah bingkisan terakhir dari Darrel sebelum Anya berangkat ke Jogja. Belum
pernah dibukanya. #sss
#40 Jemari Anya mulai
merobek kertas ungu pembungkus kotak itu. Kotak itu pun berwarna ungu. Lagi.
#sss
#42 Sebuah buku
bersampul ungu. Anya membuka halaman pertama buku itu. #sss
#43 Sebuah kalimat
tertulis rapi di tengah halaman pertama. #sss
#44 "085228008417 I
will always be here for you.. To accompany you writing our story.. Again.. On
this book.. Darrel" #sss
#45 Anya tertegun.
Tangannya meraih telepon genggam yang berada di bawah bantal merah marunnya.
#sss
#46 "Halo. Ini sapa
ya?" Suara itu kembali terngiang di telinga Anya. Darrel. Siapa lagi?
#47 Anya masih terdiam.
Seperti tak sanggup mengucapkan kata. #sss
#48 "Halo?"
kembali suara Darrel terdengar. #sss
#49 "Em. Ini
Anya," ucap Anya. Darrel tidak menyahut. Untuk beberapa menit mereka
hening. #sss
#50 "Oh, hey Anya.
Apa kabar?" nada suara Darrel menjadi datar. Pelan. #sss
#51 "Baik.
Kamu?" "Baik. Habis main basket." "Oh masih suka main
basket ya. Maaf ganggu." "Ga papa. Ini dah mau pulang kok." #sss
#52 Kembali mereka
terdiam. Anya tak tahu harus berkata apa lagi. #sss
#53 "Eh, hari
minggu ini ada waktu ga?" ucap Anya teringat akan rencananya kembali ke
Jakarta. #sss
#54 "Oh. Ada."
"Besok sore aku ke Jakarta." "Oh." "Kalau ada waktu
kita ketemu." "Oh. Oke." "Thank you. Eh. Hati-hati
pulangnya. Jangan ngebut." #sss
#55 "Oke. Ak di
boncengin temen kok." "Naik motor?" "Iya. Motor dia
baru." "Oh. Oke. Thank you, Darrel. Good night."
"Night." #sss
#56 Terdengar suara riuh
dan siulan kecil di seberang sebelum Anya mengakhiri panggilan. Kini dia
kembali termenung. #sss
#57 Setelah menghela
nafas panjang, Anya bergegas melanjutkan tugasnya malam ini. Dengan senyum
kecil di bibirnya. #sss
#58 Minggu 07:00 Anya
duduk di depan rumahnya. Bunga lavender kesukaan mamanya sudah tumbuh mekar di
sekeliling kolam ikan. #sss
#59 Anya pun menelepon
Darrel kembali. Semoga mereka bisa bertemu pagi ini. #sss
#60 "Halo."
"Eh. Darrel. Ketemuannya pagi aja bisa?" "Maaf. Ini Mike, temen
Darrel. Eh, ini Anya kan?" "Iya." "Anya ke rumah Darrel aja
ya skrg." #sss
#61 Anya pun menyusuri
Jakarta pagi itu. Sendirian dengan mobil mamanya. Tak lupa di bawanya buku
bersampul ungu dari Darrel.. #sss
#62 Tidak biasanya Anya
ke rumah Darrel sendirian, tanpa di jemput. Namun tidak apa, pikir Anya, dia
yang mengajak bertemu. #sss
#63 "Darrel di
mana?" tanya Anya ketika sampai di rumah Darrel dan bertemu dengan Mike
saja. #sss
#64 "Eh. Ayo ku
antar," ucap Mike yang terlihat gugup. Mike pun berjalan meninggalkan
rumah Darrel. Anya mengikutinya. #sss
#65 Langit pagi itu
gelap. Angin menderu. Sampai di ujung gang tiba-tiba Mike berbelok dan memasuki
sebuah tempat lapang. Anya terhenyak. #sss
#66 "Mike? Darrel
ngapain di sini? Mamanya sudah sembuh kan? Operasi jantungnya sukses kan?
Mamanya ga kenapa-kenapa kan?" tanya Anya khawatir. #sss
#67 "Bukan
mamanya," ucap Mike. Dia menghentikan langkahnya. #sss
#68 Anya termangu. Dan
bersimpuh ke tanah. Angin bertiup semakin kencang. #sss
#69 "Darrel
Pramaditya, 10 Juni 2012" tertulis di sebuah batu nisan di atas tanah merah
pagi ini. #sss
#70 "Darrel..
Kecelakaan...," ucap Mike terbata. #sss
#71 Air mata Anya
menitik di atas buku bersampul ungu yg digenggamannya. Seiring bunga-bunga ungu
yang gugur tertiup angin. #sss
#72 The Purple Rain. The
End. Thank you for reading. #sss
0 comments:
Post a Comment
What do you think about the story?