Friday, August 3, 2012

School Drama

Posted by phero at 5:36 AM

           
        
  “Alright, guys. Let’s do our silent reading for 15 minutes, as usual.”
Pff, suara cempreng guru bahasa Inggris itu menggelitik kupingku. Silent reading, membaca novel berbahasa Inggris selama 15 menit tanpa mengeluarkan suara, benar-benar kegiatan yang gak masuk ke otakku. Apalagi bukunya tebal banget, dengan font sekecil semut. Ah, lebih baik nginjek semut daripada memelototi semut di buku kayak gini. Mana bahasanya susah dimengerti, lagi.
Astaga, timer nya lambat banget sih, rasanya sudah seperti bertahun-tahun baca, eh masih saja cuma 5 menit. Aku menoleh ke samping kanan kiriku, siapa tau ada yang mau diajak ngobrol bisik-bisik, ”Ssst... Ssst... You know?
“Joe, stay focus on your novel!”
Waduh, ketahuan deh. Di sudut ruangan, Miss Selena sudah mendelik ke arah ku. Astaga, matanya seperti mau keluar. Mau tidak mau aku balik ke posisi semula, memelototi novelku halaman demi halaman, tapi tidak kubaca! Duh, mana ngantuk berat.
“Riiiiinggg!” timer di depan kelas memekakkan telinga.
Pff, akhirnya berakhir juga penderitaanku. Wah, semoga hari ini guruku gak marah-marah seperti biasanya. Hari ini kan gak ada homework, jadi aku sedikit aman.
“Ehm, our school will have an English drama competition,” belum selesai Miss Selena ngomong, kelas sudah riuh. Drama? In English? Astaga, kelasku bakal jadi yang paling memalukan. Yang pinter bahasa Inggris kan cuma sedikit. Mana kelasku cuma ada 14 anak.
Listen to me first,” lanjut Miss Selena, “we have a lot of works to do. First, we choose a story.There are many stories in your textbook, we will choose it by voting. What you need to consider is that a good drama serves an inspiring story, emotion, and moral value.
My goodness, milih cerita aja pakai voting, kayak pemilu. Cerita yang mana ya, yang menarik, pakai emosi, sama pesan moral. Dari semua cerita yang pernah dipelajari di kelas, cuma ada satu yang benar-benar kupahami. Maklum, bahasa Inggris bukan favoritku, lebih baik main basket seharian deh.
Huah, setelah tiga seri ambil suara, akhirnya satu cerita terpilih. Tentang seorang ayah dan tiga anak kecilnya, yang berjuang melewati padang rumput di Amerika yang ditolong sama seorang cewe. Ah, itu kan cerita yang sangat aku pahami, he he. Soalnya, ending ceritanya romantis banget, si cewe akhirnya menikah sama si ayah.
Alright, next job is,” Miss Selena sejenak menarik nafas, “to chose the actors, actresses, director, and crew.
Me, director,” si percaya diri teriak.
I’m doing setting,” si tukang gambar unjuk gigi.
Miss, may I become the costume designer?” ah si cerewet yang bajunya mahal-mahal itu.
I’m watching, Miss,” aku gak mau kalah.
Stupid you,” kontan beberapa anak menoleh kearahku.
Well, guys. If everybody becomes the crew, then who will perform?” suara Miss Selena menenangkan kelas, “we’ll do casting first and everybody will choose the best.”
Hah, casting? Kayak iklan aja. Tapi tenang deh, gak bakal ada yang milih aku. Aku kan gak bisa bahasa Inggris. Casting pertama buat pemeran ayah yang tegas namun bertanggungjawab. Semua cowok bersiap satu-satu buat acting di depan kelas. Setelah aku minta bocoran beberapa kalimat penting sama Miss Selena, dengan pedenya aku acting marah-marah. Ha ha ha. Teman-teman cewe pun mulai voting.
So, Joe, you become the father.”
I don’t want, Miss.
Yes, you want. You're good in acting, you're the tallest to be the father, and your friends have chosen you. What's more?
Waduh, kalau aku jadi si ayah, berarti nanti ada sesi romantisnya sama si cewe. Fiuh, semoga saja yang jadi si cewe bukan Sarah. Dia kan mantanku yang paling nyebelin. Aku putus gara-gara dia tidak bisa menyimpan rahasia.
Kelas masih melanjutkan casting dan voting. Waduh, aku malah berdebar-debar. Kalau yang jadi cewe nya, Sarah, aku bakalan malu habis-habisan. Males ah akting sama dia, lihat mukanya tiap hari di sekolah aja sudah bikin ill feel.
Finally, the girl will be performed by,” Miss Selena teriak-teriak membuyarkan lamunanku, “Sarah.”
What? No, Miss, no. I say no, still NO!
Aku pun seperti kebakaran jenggot. Busyet, teman-teman sudah mulai riuh lagi, “suiiitt... suiiiiiiittttt.”
“Mati deh,” batinku. Aku kan sudah punya pacar lagi.
Seharian aku cuma melamun. Aku masih ingat masa-masa dulu pacaran sama Sarah, teman-temanku selalu tahu apa yang terjadi. Ya, karena semua hal dibocorin sama Sarah sendiri. Memalukan.




Sehari setelahnya, habis break time, ada kelas Inggris lagi. Seperti biasa, silent reading 15 menit, lalu dilanjutkan pembuatan naskah drama. Aku malas-malasan. Hari itu makin menyebalkan karena Sarah sering menanyakan hal-hal tentang drama sama aku.
Do it yourself!” Aku jawab sambil mencibir.
Kelas Inggris jadi makin gak karuan gara-gara aku malas ikut campur. Ah biarin, lagi pula gak bakalan menang kok. Kelas sebelah yang anaknya pinter-pinter bahkan sudah mulai latihan drama memakai kostum lengkap. Ah, pasti kalah deh. Naskah saja belum selesai.
I think it's better we do not join, Miss,” aku pun mulai ngomel-ngomel. Palin-paling Miss Selena ikutan ngomel sebentar, terus drama nya dibatalkan karena tidak ada pemeran ayah. Tapi tumben, Miss Selena cuma terdiam, lalu berkata pelan, “We still go on.
Menyebalkan! Hari itu makin kacau saja. Sampai-sampai aku tidak selera makan waktu break time tiba.
“Lo napa sih, Joe?” teman terdekatku, Putra, tiba-tiba menanyakan sikapku di kelas Inggris.
“Ini kan cuma drama, gak beneran. Kalo lo mang pernah pacaran sama Sarah, itu kan masalah lama. Ini drama, man, drama...,” Putra mulai nerocos gak karuan.
“Gua malu,” aku sejenak melupakan sepiring chicken teriyaki di depanku, yang biasanya bisa kuhabiskan dalam hitungan detik.
Man, tumben lo punya malu, man. Eh, man, kalo elo malu, tuh berarti elo masih punya rasa sama dia, man.”
“Ngaco, lo.”
“Eh, man, ngomong-ngomong, elo putus masalah apa ya. Gua lupa, man,” muka culun si Putra mulai kumat.
“Masa lo lupa, di kan terlalu ember, suka bocorin masalah ke temen-temen,” perasaanku mulai gak enak.
“Tapi serius, gua gak pernah dibocorin a.k.a diceritain apa-apa sama Sarah. Itu gosip aja kali. Ah, elo terlalu termakan gosip aja, man.”
“Ah, udahlah,” aku gak mau lagi ngomongin hal ini. Seperti biasa, beberapa detik kemudian, piring di depanku sudah tersapu bersih.




Di kelas Inggris hari berikutnya, Miss Selena marah besar. Bisa ditebak, gara-gara satu kelas tidak ada yang serius latihan. Bisa ditebak lagi, terutama aku.
Hari ini adalah kelas Inggris terakhir sebelum babak eliminasi drama, tepatnya dua hari lagi. Dalam hati aku senang sekali, kesempatan untuk membatalkan drama sangat besar. Mana mungkin bisa latihan drama cuma sekali pertemuan. Dan sisa waktu tinggal beberapa menit lagi. Ya, beberapa menit lagi lepas sudah kekhawatiranku.
It's nonsense, you know,” tiba-tiba Miss Selena teriak dengan suara tertahan, satu set naskah drama terjatuh dari tangannya.
“You have worked until here, but you seem to stop it!
Aku melihat kesedihan yang dalam di mata Miss Selena. Yah, memang benar, teman-teman sudah bekerja sampai naskah selesai, tapi malah sepertinya makin malas-malasan. Sebagai murid, aku memang salah, tapi kan Miss Selena belum tahu masalah pribadiku.
Don't you know that you have the talents? I believe that this drama will be good, because you had a good casting. Why don't you show your talents? Why? Because you have problems with your friends?” Miss Selena berhenti berbicara, matanya berkaca-kaca. Problems? Miss Selena, tau masalahku?
Bel tanda break time berbunyi. Miss Selena menyuruh anak-anak keluar kelas langsung tanpa memberi salam. Semua terdiam. Aku ingin mengatakan sesuatu sama Misss Selena, tapi mungkin belum saatnya.




Hari berikutnya, kamis. Tidak ada pelajaran bahasa Inggris. Aku juga tidak ketemu Miss Selena hari itu. Namun seseorang membuyarkan lamunanku di sudut kantin.
“Ntar malem latihan di rumah Evy, jam 7. Semoga miss Selena bisa dateng.”
Suara itu, ya, suara yang tenang yang dulu selalu aku dengar, Sarah. Gak tau kenapa, saat itu aku tidak merasa benci mendengar suara itu. Aneh, biasanya aku sudah ill feel mendengarnya.
“Rumahnya dimana?” baru aku mau menanyakannya, Sarah sudah meninggalkanku melewati koridor. Rambutnya yang masih panjang melambai tertiup angin.
“Hoi, man. Ntar malem ke rumah Evy. Latihan drama, man. Wajib dateng hukumnya. Rumahnya di Puri Harapan Blok H nomor 8, man,” Putra datang membawa dua gelas milkshake di mejaku. Dia memang sahabat yang baik. Aku juga lebih percaya sama dia, walau beberapa guru bilang dia selengekan. Ah, masih lebih selengekan aku, lagi.
Malamnya, aku terlambat datang. Ceweku, Adele, mengajak jalan-jalan dulu, terpaksa aku mengantar walau pikiranku terbagi dengan latihan drama.
Jam delapan malam aku baru sampai rumah Evy, setelah nyasar ke blok sebelah. Ternyata teman-teman sudah lengkap datang, bahkan yang rumahnya paling jauh sekalipun.
Miss Selena juga datang. Beliau memimpin latihan sampai selesai. Ada 7 scenes yang harus dimainkan. Namun Miss Selena tetap sabar melatih walau satu scene bisa berkali-kali diulang karena ada yang tidak serius latihan.
Jam setengah sebelas malam, latihan selesai, dan semuanya pulang ke rumah masing-masing.
Pagi harinya, sangat mengejutkan. Setelah pentas drama dengan beberapa kekacauan, kelasku lolos eliminasi ke babak final! Bahkan Miss Selena pun terkejut melihat pengumumannya. Hanya dalam sekali latihan!
Sejak saat itu kelasku mulai bersemangat. Aku juga mulai serius di kelas. Memang ada saat-saat aku bercanda keterlaluan yang membuat Miss Selena marah, tapi aku merasa nyaman dengan kelasku sekarang.
Sehari sebelum babak final, kelasku latihan drama lagi di rumah Angela. Kali ini lebih tepat waktu dan lebih tertata. Sepertinya aku siap buat besok pagi.
Joe! Be serious and focus on your pronunciation!” keseriusan Miss Selena bikin semua semangat. Hari itu Sarah juga bermain cukup baik.




Hari yang dinanti pun datang. Aku berdebar-debar. Teman-temanku pastinya merasakan hal yang sama. Hari ini semua murid dan guru akan menyaksikan final drama antar kelas bahasa Inggris, termasuk kelasku, yang anggotanya adalah anak-anak sepertiku. Kami berdoa bersama beberapa menit sebelum pentas. Kostum sudah siap. Setting sudah siap. Lampu panggung menyorot tajam. Sangat menegangkan. Aku takut aku lupa dialognya. “Pronunciation!” masih kuingat pesan Miss Selena, “be what you play!
Ruang multifunction itu menjadi saksi kelasku bermain drama. Saat di panggung, aku sudah tidak bisa lagi melihat reaksi para penonton. Rasanya cepat sekali sampai akhirnya pengumuman pemenang tiba. Seperti mimpi, kelasku menang. Apa? Kelasku menang?
Piala sudah berada di tanganku. Aku pun lari ke belakang panggung.
“Miss Selena. Miss Selena.”
Guys, you've worked hard. Joe, Sarah, and everybody, you've shown who you are. Now, it's all yours,” Miss Selena tersenyum, kagum.
Semua pun gembira, bahkan Kepala sekolah pun menyalami kami satu persatu sebelum pulang.
“Ssst, man, elo belum tau kan, siapa yang nyebarin gosip yang bikin elo putus sama Sarah? Itu tuh, si ...,” belum selesai Putra ngomong, aku sudah bergegas meninggalkannya. Ku berlari di koridor yang sudah sepi itu, mengejar seseorang.
“Sarah.”
Sepasang mata yang bening itu menatapku. Senyumnya masih manis, seperti dulu.
“Maafkan aku.”

0 comments:

Post a Comment

What do you think about the story?

Friday, August 3, 2012

School Drama


           
        
  “Alright, guys. Let’s do our silent reading for 15 minutes, as usual.”
Pff, suara cempreng guru bahasa Inggris itu menggelitik kupingku. Silent reading, membaca novel berbahasa Inggris selama 15 menit tanpa mengeluarkan suara, benar-benar kegiatan yang gak masuk ke otakku. Apalagi bukunya tebal banget, dengan font sekecil semut. Ah, lebih baik nginjek semut daripada memelototi semut di buku kayak gini. Mana bahasanya susah dimengerti, lagi.
Astaga, timer nya lambat banget sih, rasanya sudah seperti bertahun-tahun baca, eh masih saja cuma 5 menit. Aku menoleh ke samping kanan kiriku, siapa tau ada yang mau diajak ngobrol bisik-bisik, ”Ssst... Ssst... You know?
“Joe, stay focus on your novel!”
Waduh, ketahuan deh. Di sudut ruangan, Miss Selena sudah mendelik ke arah ku. Astaga, matanya seperti mau keluar. Mau tidak mau aku balik ke posisi semula, memelototi novelku halaman demi halaman, tapi tidak kubaca! Duh, mana ngantuk berat.
“Riiiiinggg!” timer di depan kelas memekakkan telinga.
Pff, akhirnya berakhir juga penderitaanku. Wah, semoga hari ini guruku gak marah-marah seperti biasanya. Hari ini kan gak ada homework, jadi aku sedikit aman.
“Ehm, our school will have an English drama competition,” belum selesai Miss Selena ngomong, kelas sudah riuh. Drama? In English? Astaga, kelasku bakal jadi yang paling memalukan. Yang pinter bahasa Inggris kan cuma sedikit. Mana kelasku cuma ada 14 anak.
Listen to me first,” lanjut Miss Selena, “we have a lot of works to do. First, we choose a story.There are many stories in your textbook, we will choose it by voting. What you need to consider is that a good drama serves an inspiring story, emotion, and moral value.
My goodness, milih cerita aja pakai voting, kayak pemilu. Cerita yang mana ya, yang menarik, pakai emosi, sama pesan moral. Dari semua cerita yang pernah dipelajari di kelas, cuma ada satu yang benar-benar kupahami. Maklum, bahasa Inggris bukan favoritku, lebih baik main basket seharian deh.
Huah, setelah tiga seri ambil suara, akhirnya satu cerita terpilih. Tentang seorang ayah dan tiga anak kecilnya, yang berjuang melewati padang rumput di Amerika yang ditolong sama seorang cewe. Ah, itu kan cerita yang sangat aku pahami, he he. Soalnya, ending ceritanya romantis banget, si cewe akhirnya menikah sama si ayah.
Alright, next job is,” Miss Selena sejenak menarik nafas, “to chose the actors, actresses, director, and crew.
Me, director,” si percaya diri teriak.
I’m doing setting,” si tukang gambar unjuk gigi.
Miss, may I become the costume designer?” ah si cerewet yang bajunya mahal-mahal itu.
I’m watching, Miss,” aku gak mau kalah.
Stupid you,” kontan beberapa anak menoleh kearahku.
Well, guys. If everybody becomes the crew, then who will perform?” suara Miss Selena menenangkan kelas, “we’ll do casting first and everybody will choose the best.”
Hah, casting? Kayak iklan aja. Tapi tenang deh, gak bakal ada yang milih aku. Aku kan gak bisa bahasa Inggris. Casting pertama buat pemeran ayah yang tegas namun bertanggungjawab. Semua cowok bersiap satu-satu buat acting di depan kelas. Setelah aku minta bocoran beberapa kalimat penting sama Miss Selena, dengan pedenya aku acting marah-marah. Ha ha ha. Teman-teman cewe pun mulai voting.
So, Joe, you become the father.”
I don’t want, Miss.
Yes, you want. You're good in acting, you're the tallest to be the father, and your friends have chosen you. What's more?
Waduh, kalau aku jadi si ayah, berarti nanti ada sesi romantisnya sama si cewe. Fiuh, semoga saja yang jadi si cewe bukan Sarah. Dia kan mantanku yang paling nyebelin. Aku putus gara-gara dia tidak bisa menyimpan rahasia.
Kelas masih melanjutkan casting dan voting. Waduh, aku malah berdebar-debar. Kalau yang jadi cewe nya, Sarah, aku bakalan malu habis-habisan. Males ah akting sama dia, lihat mukanya tiap hari di sekolah aja sudah bikin ill feel.
Finally, the girl will be performed by,” Miss Selena teriak-teriak membuyarkan lamunanku, “Sarah.”
What? No, Miss, no. I say no, still NO!
Aku pun seperti kebakaran jenggot. Busyet, teman-teman sudah mulai riuh lagi, “suiiitt... suiiiiiiittttt.”
“Mati deh,” batinku. Aku kan sudah punya pacar lagi.
Seharian aku cuma melamun. Aku masih ingat masa-masa dulu pacaran sama Sarah, teman-temanku selalu tahu apa yang terjadi. Ya, karena semua hal dibocorin sama Sarah sendiri. Memalukan.




Sehari setelahnya, habis break time, ada kelas Inggris lagi. Seperti biasa, silent reading 15 menit, lalu dilanjutkan pembuatan naskah drama. Aku malas-malasan. Hari itu makin menyebalkan karena Sarah sering menanyakan hal-hal tentang drama sama aku.
Do it yourself!” Aku jawab sambil mencibir.
Kelas Inggris jadi makin gak karuan gara-gara aku malas ikut campur. Ah biarin, lagi pula gak bakalan menang kok. Kelas sebelah yang anaknya pinter-pinter bahkan sudah mulai latihan drama memakai kostum lengkap. Ah, pasti kalah deh. Naskah saja belum selesai.
I think it's better we do not join, Miss,” aku pun mulai ngomel-ngomel. Palin-paling Miss Selena ikutan ngomel sebentar, terus drama nya dibatalkan karena tidak ada pemeran ayah. Tapi tumben, Miss Selena cuma terdiam, lalu berkata pelan, “We still go on.
Menyebalkan! Hari itu makin kacau saja. Sampai-sampai aku tidak selera makan waktu break time tiba.
“Lo napa sih, Joe?” teman terdekatku, Putra, tiba-tiba menanyakan sikapku di kelas Inggris.
“Ini kan cuma drama, gak beneran. Kalo lo mang pernah pacaran sama Sarah, itu kan masalah lama. Ini drama, man, drama...,” Putra mulai nerocos gak karuan.
“Gua malu,” aku sejenak melupakan sepiring chicken teriyaki di depanku, yang biasanya bisa kuhabiskan dalam hitungan detik.
Man, tumben lo punya malu, man. Eh, man, kalo elo malu, tuh berarti elo masih punya rasa sama dia, man.”
“Ngaco, lo.”
“Eh, man, ngomong-ngomong, elo putus masalah apa ya. Gua lupa, man,” muka culun si Putra mulai kumat.
“Masa lo lupa, di kan terlalu ember, suka bocorin masalah ke temen-temen,” perasaanku mulai gak enak.
“Tapi serius, gua gak pernah dibocorin a.k.a diceritain apa-apa sama Sarah. Itu gosip aja kali. Ah, elo terlalu termakan gosip aja, man.”
“Ah, udahlah,” aku gak mau lagi ngomongin hal ini. Seperti biasa, beberapa detik kemudian, piring di depanku sudah tersapu bersih.




Di kelas Inggris hari berikutnya, Miss Selena marah besar. Bisa ditebak, gara-gara satu kelas tidak ada yang serius latihan. Bisa ditebak lagi, terutama aku.
Hari ini adalah kelas Inggris terakhir sebelum babak eliminasi drama, tepatnya dua hari lagi. Dalam hati aku senang sekali, kesempatan untuk membatalkan drama sangat besar. Mana mungkin bisa latihan drama cuma sekali pertemuan. Dan sisa waktu tinggal beberapa menit lagi. Ya, beberapa menit lagi lepas sudah kekhawatiranku.
It's nonsense, you know,” tiba-tiba Miss Selena teriak dengan suara tertahan, satu set naskah drama terjatuh dari tangannya.
“You have worked until here, but you seem to stop it!
Aku melihat kesedihan yang dalam di mata Miss Selena. Yah, memang benar, teman-teman sudah bekerja sampai naskah selesai, tapi malah sepertinya makin malas-malasan. Sebagai murid, aku memang salah, tapi kan Miss Selena belum tahu masalah pribadiku.
Don't you know that you have the talents? I believe that this drama will be good, because you had a good casting. Why don't you show your talents? Why? Because you have problems with your friends?” Miss Selena berhenti berbicara, matanya berkaca-kaca. Problems? Miss Selena, tau masalahku?
Bel tanda break time berbunyi. Miss Selena menyuruh anak-anak keluar kelas langsung tanpa memberi salam. Semua terdiam. Aku ingin mengatakan sesuatu sama Misss Selena, tapi mungkin belum saatnya.




Hari berikutnya, kamis. Tidak ada pelajaran bahasa Inggris. Aku juga tidak ketemu Miss Selena hari itu. Namun seseorang membuyarkan lamunanku di sudut kantin.
“Ntar malem latihan di rumah Evy, jam 7. Semoga miss Selena bisa dateng.”
Suara itu, ya, suara yang tenang yang dulu selalu aku dengar, Sarah. Gak tau kenapa, saat itu aku tidak merasa benci mendengar suara itu. Aneh, biasanya aku sudah ill feel mendengarnya.
“Rumahnya dimana?” baru aku mau menanyakannya, Sarah sudah meninggalkanku melewati koridor. Rambutnya yang masih panjang melambai tertiup angin.
“Hoi, man. Ntar malem ke rumah Evy. Latihan drama, man. Wajib dateng hukumnya. Rumahnya di Puri Harapan Blok H nomor 8, man,” Putra datang membawa dua gelas milkshake di mejaku. Dia memang sahabat yang baik. Aku juga lebih percaya sama dia, walau beberapa guru bilang dia selengekan. Ah, masih lebih selengekan aku, lagi.
Malamnya, aku terlambat datang. Ceweku, Adele, mengajak jalan-jalan dulu, terpaksa aku mengantar walau pikiranku terbagi dengan latihan drama.
Jam delapan malam aku baru sampai rumah Evy, setelah nyasar ke blok sebelah. Ternyata teman-teman sudah lengkap datang, bahkan yang rumahnya paling jauh sekalipun.
Miss Selena juga datang. Beliau memimpin latihan sampai selesai. Ada 7 scenes yang harus dimainkan. Namun Miss Selena tetap sabar melatih walau satu scene bisa berkali-kali diulang karena ada yang tidak serius latihan.
Jam setengah sebelas malam, latihan selesai, dan semuanya pulang ke rumah masing-masing.
Pagi harinya, sangat mengejutkan. Setelah pentas drama dengan beberapa kekacauan, kelasku lolos eliminasi ke babak final! Bahkan Miss Selena pun terkejut melihat pengumumannya. Hanya dalam sekali latihan!
Sejak saat itu kelasku mulai bersemangat. Aku juga mulai serius di kelas. Memang ada saat-saat aku bercanda keterlaluan yang membuat Miss Selena marah, tapi aku merasa nyaman dengan kelasku sekarang.
Sehari sebelum babak final, kelasku latihan drama lagi di rumah Angela. Kali ini lebih tepat waktu dan lebih tertata. Sepertinya aku siap buat besok pagi.
Joe! Be serious and focus on your pronunciation!” keseriusan Miss Selena bikin semua semangat. Hari itu Sarah juga bermain cukup baik.




Hari yang dinanti pun datang. Aku berdebar-debar. Teman-temanku pastinya merasakan hal yang sama. Hari ini semua murid dan guru akan menyaksikan final drama antar kelas bahasa Inggris, termasuk kelasku, yang anggotanya adalah anak-anak sepertiku. Kami berdoa bersama beberapa menit sebelum pentas. Kostum sudah siap. Setting sudah siap. Lampu panggung menyorot tajam. Sangat menegangkan. Aku takut aku lupa dialognya. “Pronunciation!” masih kuingat pesan Miss Selena, “be what you play!
Ruang multifunction itu menjadi saksi kelasku bermain drama. Saat di panggung, aku sudah tidak bisa lagi melihat reaksi para penonton. Rasanya cepat sekali sampai akhirnya pengumuman pemenang tiba. Seperti mimpi, kelasku menang. Apa? Kelasku menang?
Piala sudah berada di tanganku. Aku pun lari ke belakang panggung.
“Miss Selena. Miss Selena.”
Guys, you've worked hard. Joe, Sarah, and everybody, you've shown who you are. Now, it's all yours,” Miss Selena tersenyum, kagum.
Semua pun gembira, bahkan Kepala sekolah pun menyalami kami satu persatu sebelum pulang.
“Ssst, man, elo belum tau kan, siapa yang nyebarin gosip yang bikin elo putus sama Sarah? Itu tuh, si ...,” belum selesai Putra ngomong, aku sudah bergegas meninggalkannya. Ku berlari di koridor yang sudah sepi itu, mengejar seseorang.
“Sarah.”
Sepasang mata yang bening itu menatapku. Senyumnya masih manis, seperti dulu.
“Maafkan aku.”

No comments:

Post a Comment

What do you think about the story?

 

My Word is Simple Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting