“Does he watch your favorite movies?
Does he hold you when you cry?
Does he let you tell him all your favorite parts when you've seen it a million times?
Does he sing to all your music while you dance to "Purple Rain? "
Does he do all these things, like I used to?”
Rabu, 10 April
2013
A Rocket to the Moon menemani Aldo melaju bersama Yaris hitam sore itu. Sendirian. Seperti hari
Rabu yang lain, dia selalu menyempatkan diri pulang ke rumahnya di Bogor. Bertemu
keluarganya. Bertemu teman-teman paduan suara di gereja. Menghabiskan waktu
dengan pacarnya. Tidak. Tidak. Sejak hari Sabtu kemarin, dia tidak bisa lagi
menyebutnya pacar. Mantan. Ya. Itu lebih tepat.
Aldo menengok kesamping
kirinya. Sejenak. Biasanya Lona duduk disitu. Biasanya dia meminta memutarkan lagu-lagu
yang disukainya berulang-ulang selama perjalanan ke Bogor. Taylor Swift. Carly
Rae Japsen. Miley Cyrus. Sampai bosan.
Biasanya Lona
tertawa kecil sambil bercerita tentang teman-teman Binus yang suka bercanda.
Biasanya dia akan menceritakan adegan-adegan film yang disukainya. Yang pernah
mereka tonton. Berdua. Dulu.
Biasanya Lona akan
terdiam sejenak karena teringat tugas-tugas kuliahnya yang menumpuk. Biasanya
dia akan menanyakan tentang teman-teman cewe yang dekat dengan Aldo. Apa saja
yang mereka lakukan bersama. Apakah ada yang cantik. Lalu Lona akan terdiam
lagi. Dengan rasa cemburu dihatinya.
Aldo ingat semua
itu. Dan dia akan memegang tangan Lona. Lalu mengatakan kalau semua akan
baik-baik saja. Kalau hanya Lona yang mengisi hatinya.
Tapi semua itu
kini hanya tinggal ingatan. Karena Lona memilih untuk melupakannya. Memilih
untuk mengikuti kata hatinya. Katanya. Memilih untuk menghapus nama Aldo
dihatinya. Memilih untuk mengakhiri rasa itu. Memilih untuk mengurangi beban
cemburu dihatinya. Memilih untuk menyerah.
Jalanan Jakarta
petang itu tak berubah. Padat. Seperti hari-hari biasanya. Aldo memandang
kampus Trisakti di sebelah kirinya. Lima tahun telah dilaluinya di kampus itu
hingga sekarang melanjutkan S2 nya. Lima tahun pula Lona mengisi hatinya. Ya.
Lona. Adik kelasnya saat di SMA 2 Bogor. Mahasiswi tingkat akhir di Bina Nusantara. Seseorang yang selalu menemaninya dalam perjalanan pulang ke Bogor.
Dulu.
Dan hari Sabtu
kemarin adalah akhir dari cerita mereka. Lona mengatakan kalau dia sudah tidak
sanggup melanjutkan hubungan mereka. Dia bilang kalau selama seminggu dia
memikirkan semuanya. Dia tidak mau lagi Aldo bilang tidak punya waktu untuk
bertemu dengannya karena tugas paper yang harus segera dikumpulkan. Dia tidak
mau lagi mendengar kalau Aldo ternyata hanya menghabiskan waktu di kampus untuk
main game dan lupa membalas WhatsApp darinya. Dia tidak mau lagi membaca status
Aldo di Twitter maupun Facebook yang aneh-aneh yang ditulis oleh teman-teman
Aldo yang usil. Dia tidak mau mendengar lagi kalau ternyata Aldo suka bercanda
berlebihan dengan teman-teman cewenya. Dia tidak mau.
Apapun yang
dikatakan Aldo ternyata tidak mampu mengubah keputusan Lona. Sepertinya Lona
sudah membenci Aldo. Membenci semua hal tentang Aldo, yang pernah didengarnya.
Walaupun Aldo sudah menjelaskan kalau semua yang didengar Lona tidak benar,
Lona tak sekalipun mempercayainya. Hati itu sudah tertutup.
“BIM BIM
BIM..!!”
Aldo tersentak.
Suara klakson mobil di belakangnya membuyarkan lamunan. Aldo segera melaju melanjutkan
perjalanannya ke arah selatan. Gemerlap lampu kota pada petang itu sedikit
menghibur hatinya. Melupakan Lona sejenak.
***
“Aldo. Mama sudah dengar kalau kamu putus.
Tadi Alvin kasih tahu mama,” ucap mama Aldo menyambut kedatangan puteranya sambil
membukakan pintu.
“Iya Ma, tadi
aku bilang sama Dek Alvin. Udah gapapa Ma,” jawab Aldo mencoba tersenyum
walaupun dia belum bisa bersahabat dengan perasaan hatinya.
“Putus cinta gak
apa yang penting kamu jangan sampai putus asa ya, Do,” lanjut mamanya sambil
menepuk lengan Aldo.
“Pasti Ma.
Jangan khawatir,” kembali Aldo tersenyum.
“Baguslah kalau
begitu. Oh ya, Alvin sudah berangkat duluan buat latihan paduan suara. Katanya
dia mau nyiapin fotocopy teks lagu. Kamu berangkat atau tidak, Do?” tanya mamanya
perhatian.
“Berangkat Ma.
Yaudah ntar aku nyusul. Aku mau mandi dulu Ma,” ucap Aldo sambil berjalan menuju
ke kamarnya.
Warna biru
mendominasi kamar itu. Aldo menatap sebuah pigura kecil diatas mejanya.
Terlihat fotonya bersama Lona saat mereka merayakan hari jadian mereka yang
keempat. Aldo menhela nafas. Wajahnya kembali murung.
Setelah selesai
mandi dan bersiap, Aldo bergegas menuju ke gereja untuk mengikuti latihan
paduan suara bersama teman-temannya. Malam ini adalah gladi resik untuk lomba paduan
suara antar gereja hari Sabtu ini. Mau tak mau Aldo harus ikut. Walaupun
sebenarnya sangat berat untuk berkonsentrasi penuh pada saat seperti ini. Belum
lagi Lona juga ikut dalam paduan suara gerejanya.
“Tenor andalan
kita sudah datang weh!” seru Simon saat melihat Aldo masuk ke gereja. Simon
adalah teman dekat Aldo sekaligus pemain keyboard di kelompok mereka.
“Ha ha, bisa
aja,” sahut Aldo tersipu.
Teman-teman yang
lain sudah berbaris di depan altar sesuai jenis suara masing-masing. Sopran,
Meso Sopran, dan Alto di barisan depan. Tenor, Bass, dan Bariton di barisan belakang.
Aldo segera menempatkan dirinya bersama para tenor yang lain. Sekilas dia
melihat Lona berdiri di barisan Sopran. Tidak. Aldo tidak mau terlihat hancur.
Dia menghela nafas panjang. Seiring suara keyboard yang mengalun dan gerakan
tangan dirijen.
Dua jam berlalu
ketika lagu terakhir selesai dinyanyikan setelah kesekian kalinya. Mereka pun
duduk melingkar di depan altar untuk beristirahat. Minum. Dan makan potongan
buah-buahan yang disiapkan oleh sie konsumsi.
“Temen-temen
semua, sambil ngemil sehat, kita briefing bentar buat besok Sabtu ya,” seru Zita,
dirijen sekaligus ketua kelompok paduan suara.
“Jadi, kita
berangkat dari Bogor hari Jumat naik kereta. Temen-temen diharapkan kumpul jam
5 sore disini. Tepat waktu ya, prend. Kira-kira kita sampai di Jogja hari Sabtu
pagi jam limaan, biar ada waktu buat istirahat. Ntar dari stasiun tugu kita
langsung cus ke hotel di deket gereja Kota Baru. Ga ada 5 menit soalnya stasiun
ama gerejanya deket banget,” lanjut Zita.
“Itu lombanya
jam berapa ya? Malemnya kita langsung pulang ke Bogor atau balik ke hotel?”
tanya Aldo.
“Oh iya Do, sorry belum kasih update terbaru. Jadi lombanya tuh mulai jam 6 sore. Di daftarnya
sih ada 15 peserta. Trus kemungkinan selesainya bakalan malem, plus pengumuman
pemenang. Jadi kita balik ke hotel lagi en
pulang Bogor paginya jam setengah enam,” jawab Zita.
“Oh siap!” seru
Aldo.
“Gitu aja ya
temen-temen. Kalo ga ada pertanyaan lagi, ayo kita tutup gladi resik kita, trus
istirahat biar seger pas lomba,” ucap Zita.
Setelah briefing
ditutup dengan doa dan setelah membereskan peralatan, mereka bersiap pulang.
Tak ada satu katapun terucap oleh Aldo untuk menyapa Lona. Lona pun demikian.
Terdiam dan tak mau menyapa. Aldo mecoba mendekat saat mereka sama-sama
berjalan ke tempat parkir mobil. Namun sebelum Aldo sempat mengucapkan kata,
seseorang telah memanggil Lona.
“Lona, sebelah
sini,” panggil seseorang di belakang Lona. Seseorang yang tak asing buat Aldo.
Seseorang yang keluar dari kelompok paduan suara karena memilih membuat vocal group komersil yang lebih
menjanjikan. Seseorang yang tidak setuju kalau kelompok paduan suara gereja
hanyalah untuk kebutuhan gereja. Seseorang yang pernah membuatnya cemburu
karena Lona selalu curhat dengannya.
“Hei, Chris. Wah
aku gak lihat tadi. Maafin ya,” Lona berbalik dan berjalan ke arah Chris.
Aldo hanya bisa
melihat mereka dari bawah bayang-bayang pohon cemara. Hatinya seakan tertusuk.
Badannya tiba-tiba terasa lemas. Ternyata rasa hatinya benar-benar tak bisa
diperjuangkan lagi. Terlihat Chris membukakan Alphard putihnya dan membantu
Lona masuk.
***
Sabtu, 13 April
2013
“Aldo... Aldo…,”
panggil Zita ditengah keramaian peserta dan penonton lomba paduan suara di
samping gereja Kota Baru. Aldo yang terlihat sedang melamun, menoleh tersipu.
“Duh kamu
ngelamun aja Do. Gini, aku mau nyariin tempat duduk buat temen-temen, kamu yang
daftar ulang ya. Please. Ini kartu daftar ulangnya. Ntar jangan lupa minta
nomor undian. Sip ya Do?” tanya Zita sambil memberikan sebuah kartu berwarna
biru.
“Siap bos!” Aldo
pun segera melangkahkan kakinya ke sebuah gazebo di samping gereja, tepat
pendaftaran ulang para peserta lomba. Tiga orang cewe berseragam tosca
menyambutnya.
“Eh, daftar
ulang disini kan ya?” tanya Aldo kepada salah satu cewe itu.
“Mas Aldo Putra?”
seru cewe itu terkejut. Begitupun juga Aldo, yang merasa belum pernah mengenal
cewe itu.
“Loh, kok tahu?
Eh, maaf, maksud saya, sepertinya saya belum pernah ketemu,” ucap Aldo takjub.
“Iya mas, memang
belum pernah ketemu. Tapi mas nya kan terkenal. Saya sudah lihat-lihat blog
Maria Serafin loh,” ucap cewe itu berbinar.
“Oh, iya. Itu
blog paduan suara. Sudah lihat video-videonya?” tanya Aldo ramah.
“Sudah dong mas.
Keren! He he,” sahut cewe itu.
“He he,
terimakasih. Oh iya, daftar ulangnya bagaimana ya?” lanjut Aldo.
“Oh iya, maaf
mas, malah jadi ngobrol kemana-mana,” jawab cewe itu yang terlihat gugup.
Aldo pun
menyerahkan kartu yang diberikan Zita tadi kepada cewe itu. Kemudian dia
mengisi sebuah formulir kecil. Setelah menerima undian yang ternyata nomor 10,
dia pun berjalan ke dalam gereja mencari teman-teman yang lain.
“Terimakasih dah
daftar ulang, mas Aldo,” seru cewe itu.
“Eh iya,” sahut
Aldo.
***
Satu jam Aldo
dan teman-temannya menunggu giliran. Beberapa kelompok paduan suara yang ikut dalam
lomba itu memang luar biasa. Seperti peserta nomor undian 8, Sanctifico
Kantabile, yang terdengar melantunkan Bermazmurlah Bagi Tuhan. Syahdu. Hampir
membuat Aldo kembali tenggelam dalam lamunan, sesaat sebelum seseorang
memanggil namanya.
“Mas Aldo?” cewe yang tadi di gazebo daftar ulang tersenyum di dekat Aldo.
“Oh, iya?” jawab Aldo sedikit gugup.
“Mas, Maria Serafine nomor undian sepuluh kan ya? Sekarang ditunggu panitia untuk bersiap di backstage mas,” ucap cewe itu.
“Oh, okai. Thank you,” sahut Aldo kepada cewe itu.
“Temen-temen, kita dah bisa siap-siap di backstage. Ga ada yang ketinggalan kan ya?” seru Aldo kepada teman-temannya.
“Ciyee Aldo dapet gebetan baru. Inget masih ada Lona, Do,” ledek Simon. Simon belum tahu kalau Aldo dan Lona sudah putus. Begitupun teman-teman yang lain. Pastinya.
Aldo dan dua belas teman yang sama-sama memakai baju nuansa putih biru itu berjalan mengikuti cewe yang tadi menjemput mereka. Biasanya Aldo akan berjalan disamping Lona. Dan menggandeng tangan Lona. Untuk mengurangi rasa gugup mereka. Biasanya Lona akan menggenggam tangannya lebih erat, lalu berseru, “Sukses! Sukses!”
Biasanya.
Sekarang Aldo berjalan di belakang teman-temannya. Berusaha menenangkan diri dan menutupi kegelisahannya. Berusaha bersahabat dengan detak jantungnya yang semakin cepat.
***
“Mari kita sambut peserta yang kesepuluh yang sudah datang jauh-jauh dari Bogor, Maria Serafine..!” seru pembawa acara malam itu.
Riuh tepuk tangan penonton mengiring langkah Aldo dan teman-temannya diatas panggung, di depan altar. Tepat sesaat setelah suara penonton terhenti, lantunan nada dari keyboard Simon mengisi ruangan di dalam gereja Kota Baru itu. Bermazmurlah Bagi Tuhan kembali dinyanyikan.
Tanpa Kasih menjadi lagu kedua yang mereka nyanyikan. Malam ini lagu itu terasa sangat berbeda oleh Aldo. Aldo merasa lagu itu seperti dicipta untuk dia. Aldo merasa seperti melayang. Tinggi.
Riuh tepuk tangan penonton kembali terdengar saat lagu kedua selesai dinyanyikan. Aldo dan teman-temannya membungkukkan badan dan meninggalkan panggung. Rasa lega dan senyum lebar menghiasi bibir Aldo dan teman-temannya.
“Kalian keren teman-teman!!” seru Zita. Mereka pun saling bersalaman dan berpelukan. Setelah dua bulan berlatih, akhirnya mereka telah menyelesaikannya.
“Mari saya antar ke ruang makan,” cewe yang tadi menjemput mereka sudah menyambut di pintu backstage. Mengantar mereka ke sebuah ruang yang cukup lebar di belakang gereja.
***
Minggu, 14 April 2013
Kereta pagi menderu dibawah hujan.
“Mas Aldo?” cewe yang tadi di gazebo daftar ulang tersenyum di dekat Aldo.
“Oh, iya?” jawab Aldo sedikit gugup.
“Mas, Maria Serafine nomor undian sepuluh kan ya? Sekarang ditunggu panitia untuk bersiap di backstage mas,” ucap cewe itu.
“Oh, okai. Thank you,” sahut Aldo kepada cewe itu.
“Temen-temen, kita dah bisa siap-siap di backstage. Ga ada yang ketinggalan kan ya?” seru Aldo kepada teman-temannya.
“Ciyee Aldo dapet gebetan baru. Inget masih ada Lona, Do,” ledek Simon. Simon belum tahu kalau Aldo dan Lona sudah putus. Begitupun teman-teman yang lain. Pastinya.
Aldo dan dua belas teman yang sama-sama memakai baju nuansa putih biru itu berjalan mengikuti cewe yang tadi menjemput mereka. Biasanya Aldo akan berjalan disamping Lona. Dan menggandeng tangan Lona. Untuk mengurangi rasa gugup mereka. Biasanya Lona akan menggenggam tangannya lebih erat, lalu berseru, “Sukses! Sukses!”
Biasanya.
Sekarang Aldo berjalan di belakang teman-temannya. Berusaha menenangkan diri dan menutupi kegelisahannya. Berusaha bersahabat dengan detak jantungnya yang semakin cepat.
***
“Mari kita sambut peserta yang kesepuluh yang sudah datang jauh-jauh dari Bogor, Maria Serafine..!” seru pembawa acara malam itu.
Riuh tepuk tangan penonton mengiring langkah Aldo dan teman-temannya diatas panggung, di depan altar. Tepat sesaat setelah suara penonton terhenti, lantunan nada dari keyboard Simon mengisi ruangan di dalam gereja Kota Baru itu. Bermazmurlah Bagi Tuhan kembali dinyanyikan.
Tanpa Kasih menjadi lagu kedua yang mereka nyanyikan. Malam ini lagu itu terasa sangat berbeda oleh Aldo. Aldo merasa lagu itu seperti dicipta untuk dia. Aldo merasa seperti melayang. Tinggi.
Riuh tepuk tangan penonton kembali terdengar saat lagu kedua selesai dinyanyikan. Aldo dan teman-temannya membungkukkan badan dan meninggalkan panggung. Rasa lega dan senyum lebar menghiasi bibir Aldo dan teman-temannya.
“Kalian keren teman-teman!!” seru Zita. Mereka pun saling bersalaman dan berpelukan. Setelah dua bulan berlatih, akhirnya mereka telah menyelesaikannya.
“Mari saya antar ke ruang makan,” cewe yang tadi menjemput mereka sudah menyambut di pintu backstage. Mengantar mereka ke sebuah ruang yang cukup lebar di belakang gereja.
***
Minggu, 14 April 2013
Kereta pagi menderu dibawah hujan.
Bersambung dalam hitungan jam.. Lagiiiiiiiiiiiiiiiiii...........:D