Wednesday, October 17, 2012

Ketika Pagi

Posted by phero at 1:41 AM 1 comments






“Halo. Eh. Kelas Duabelas IPA Dua sebelah mana ya?” Agnes menghentikan langkahnya tepat di depan seorang siswa cowo yang sedang memarkirkan motornya. Masih cukup pagi untuk memulai pelajaran hari ini di sekolah baru. Agnes masih punya waktu kira-kira satu jam untuk baca-baca buku pelajaran atau sekedar berkenalan dengan teman-teman baru dan kelas baru.
            “Oh. Duabelas IPA dua ya?” Cowo bermata sayu itu menoleh sambil mengunci motornya, “Lurus aja. Nanti ketemu taman anggrek, belok kiri.”
“Makasih ya. Sorry aku belum hafal,” ucap Agnes gugup, mencoba terbiasa menggunakan kata “aku”, bukan “gue”. Dia tidak mau di cap terlalu “Jakarta” oleh teman-teman barunya nanti. Mereka mulai berjalan memasuki halaman dalam sekolah. Sebuah baliho besar tergantung di atas gerbang dengan tulisan “Welcome to the Green School, SMU Negeri 2 Yogyakarta”.
            “Santai aja. Nanti juga hafal. Kelas Sepuluh ya? Mau cari siapa di Duabelas IPA Dua?” tanya cowo itu sambil merapikan jaket hitamnya. Tidak ada senyum dari cowo itu. Tetapi, tidak juga ada nada ketus yang terucap.
            “Eh. Aku. Aku kelas Duabelas. Duabelas IPA Dua. Baru pindah,” jawab Agnes masih cukup gugup, namun dia berusaha tuk tersenyum.
            “Wah kirain kelas Sepuluh. Panggilnya kakak sapa nih?” cowo itu mulai tersenyum dan mengulurkan tangannya.
            Agnes pun menyambutnya, “Agnes aja.”
            “Aku Ari. Kalau butuh bantuan, datang aja ke kelas seberang,” Ari tertawa kecil.
Agnes hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Keduanya masih berjalan beriringan melewati koridor utama. Hanya ada beberapa siswa yang mereka temui sepanjang koridor. Pintu-pintu kelas sudah dibuka semua, tapi belum banyak guru yang datang. Seseorang berseragam Cleaning Service tampak sibuk mengeluarkan bak sampah kosong dari dalam kelas.
Pripun Pak Danu? Semangat?” Ari menepuk punggung orang itu dengan ramah.
“Wah semangat terus saya,” sahut Pak Danu dengan senyum lebarnya.
“Sip, Pak.”
Agnes tersenyum lega melihat keakraban kedua orang itu. Dalam hati dia berharap semoga sekolah barunya ini juga mempunyai suasana yang sama. Akrab.
“Eh kakak. Aku ke ruang OSIS dulu ya. Mau ambil bola, kemarin ketinggalan,” ucap Ari sambil menunjuk sebuah ruang di ujung kanan.
“Oh, oke. Aku lurus aja kan?” tanya Agnes memastikan dia tidak tersesat di sekolah barunya.
“Iya. Jangan lupa belok kiri ya. Hehe. Sampai ketemu, kakak,” Ari pun berbelok ke kanan menuju sebuah ruang kecil dengan pintu berwarna biru tua.

***

Agnes melanjutkan langkahnya sambil mencoba menghafalkan ruang-ruang baru yang dilewatinya. The Little Things She Needs hitam menemani langkahnya. Rambutnya yang panjang melambai tertiup angin pagi itu. Seragamnya masih terlihat baru dan rapi. Jika papanya tidak dipindahtugaskan ke Jogja, mungkin Agnes tidak perlu beradaptasi dengan suasana baru seperti ini. Namun apa boleh buat, dia harus pindah sekolah di pertengahan semester pertama kelas Duabelas. Kalaupun tetap tinggal di Jakarta, dia harus tinggal sendiri dan mengurus rumah sendiri karena mama dan kedua adiknya ikut pindah juga ke Jogja. Kebetulan bisnis alat tulis yang dikelola mamanya sedang membangun gedung distribusi baru disana. Agnes hanya berharap dia bisa berbaur dengan teman-teman baru dan juga bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Tak terasa Agnes sampai di sebuah taman kecil. Beberapa jenis bunga anggrek memenuhi taman itu. Pantas saja diberi nama taman anggrek. Mengingatkannya pada sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta dengan nama yang sama. Tempat dia dulu berkumpul atau sekedar jalan-jalan dengan teman-teman lamanya.
Agnes berbelok ke kiri. Di lihatnya papan kecil di atas pintu kelas. Kelas Duabelas IPA Dua adalah ruang kedua setelah Duabelas IPA Satu. Masih ada empat ruang lagi setelah ruang kelasnya. Tapi Agnes tidak yakin apakah itu kelas Duabelas IPA atau IPS. Tepat di depan deretan kelas itu adalah sebuah taman rumput dengan kolam ikan ditengahnya. Di seberang tampak berjejer ruang-ruang kelas juga. Tepat di seberang ruang kelasnya adalah kelas XI IPS 2. Ternyata Ari masih kelas Sebelas.
            Agnes masuk ke ruang kelasnya yang baru. Belum ada yang datang selain dirinya. Kelas itu tampak sepi. Tidak banyak poster ataupun karya siswa yang tertempel di dinding. Di bulan September seperti ini, kelas lamanya pasti sudah penuh dengan poster ataupun project buatan anak-anak sekelas. Masih teringat saat dia terakhir kali menempelkan sebuah poster besar bergambar Manga muka teman-teman sekelasnya di pintu masuk ruang kelas lamanya, XII Science 1. Agnes memang cukup berbakat dalam menggambar. Dia berharap masih bisa menyempatkan diri menggambar di kelas Duabelas ini sebelum bersiap untuk Ujian Akhir.

***

            “Ping.” Sebuah notifikasi BBm masuk menghentikan lamunannya. Diambilnya sebuah dompet berwarna ungu dari dalam tas hitamnya. Dompet yang cukup besar untuk memuat sebuah BlackBerry didalamnya. Setelah memilih silent mode, dibacanya satu BBm yang barusaja masuk. Dari Aldo Changgrawinata.
                    “Morn dear.. Have a nice FDS.. Miss u.. J..”
Agnes tersenyum membaca pesan itu. Walaupun singkat, kata-kata cowonya sudah membuat dia bersemangat. Kini mereka harus menjalani Long Distance Relationship setelah kepindahannya ke Jogja. Memikirkan hal itu membuatnya termenung.
           “Hei.. Thank you.. Smoga lancar aj hari ni.. First Day of School.. Ahaha.. I feel like a ten grader.. Miss u too there.. J..”
           “Agnes ya?” Baru saja Agnes menekan tombol send message, sebuah tepukan di lengan kirinya membuatnya cukup tersentak. Seorang cewe dengan rambut ikal sudah berada didepannya dengan senyum lebar.
           “Oh, hey. Iya. Agnes. Kamu?” Agnes pun ikut tersenyum dan mengulurkan tangannya.
           “Aku Sita. Kamu anak baru itu kan? Soalnya kemarin Bu Henny bilang bakal ada anak baru di kelas ini,” ucap Sita meyakinkan.
           “Iya. Ini kelas XII IPA 2 kan?”
          "Betul. Wah senang sekali dapet temen baru loh. Tapi yang sabar ya, soalnya temen-temen tu ributnya minta ampun kalau di kelas. Tapi tidak apa. Daripada kelas lain yang sepiiii…,” ucap Sita dengan penuh semangat.
           Agnes tersenyum mendengar Sita yang masih bersemangat menceritakan tentang kelasnya. Sepertinya tidak akan jauh berbeda dengan kelas lamanya di Jakarta, ribut. Masih teringat ketika dia dan teman-teman sekelasnya dimarahi oleh Miss Silvi, kepala sekolahnya dulu, karena ribut sekali di dalam kelas sampai terdengar dari kelas lain. Seperti biasa, sehabis kelas Physical Education pasti masih ada sisa waktu buat ganti baju dan bersiap-siap. Itu adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan hobi teman-teman, ngobrol, teriak-teriak, ribut di kelas. Apalagi, guru yang mengajar sudah kembali ke ruangannya.
            “Heh, ngelamun aja!” seru Sita. Agnes tampak terkejut.
            “Eh, haha. Maaf. Aku keinget temen-temen lama,” ucap Agnes tersipu.
            “Tenang, temen-temen disini juga seru kok,” kata Sita, yakin.
            “Sepertinya iya,” Agnes tersenyum, “Eh, bolehkah lihat jadwal hari ini?” lanjutnya.
           “Boleh,” ucap Sita berbinar. Dia pun berjalan ke sebuah soft board dan menunjukkan barisan jadwal pelajaran kelas itu dalam seminggu.

*to be continued for some weeks* 
*be patient, jadilah pasien* :D 

           

Wednesday, October 17, 2012

Ketika Pagi







“Halo. Eh. Kelas Duabelas IPA Dua sebelah mana ya?” Agnes menghentikan langkahnya tepat di depan seorang siswa cowo yang sedang memarkirkan motornya. Masih cukup pagi untuk memulai pelajaran hari ini di sekolah baru. Agnes masih punya waktu kira-kira satu jam untuk baca-baca buku pelajaran atau sekedar berkenalan dengan teman-teman baru dan kelas baru.
            “Oh. Duabelas IPA dua ya?” Cowo bermata sayu itu menoleh sambil mengunci motornya, “Lurus aja. Nanti ketemu taman anggrek, belok kiri.”
“Makasih ya. Sorry aku belum hafal,” ucap Agnes gugup, mencoba terbiasa menggunakan kata “aku”, bukan “gue”. Dia tidak mau di cap terlalu “Jakarta” oleh teman-teman barunya nanti. Mereka mulai berjalan memasuki halaman dalam sekolah. Sebuah baliho besar tergantung di atas gerbang dengan tulisan “Welcome to the Green School, SMU Negeri 2 Yogyakarta”.
            “Santai aja. Nanti juga hafal. Kelas Sepuluh ya? Mau cari siapa di Duabelas IPA Dua?” tanya cowo itu sambil merapikan jaket hitamnya. Tidak ada senyum dari cowo itu. Tetapi, tidak juga ada nada ketus yang terucap.
            “Eh. Aku. Aku kelas Duabelas. Duabelas IPA Dua. Baru pindah,” jawab Agnes masih cukup gugup, namun dia berusaha tuk tersenyum.
            “Wah kirain kelas Sepuluh. Panggilnya kakak sapa nih?” cowo itu mulai tersenyum dan mengulurkan tangannya.
            Agnes pun menyambutnya, “Agnes aja.”
            “Aku Ari. Kalau butuh bantuan, datang aja ke kelas seberang,” Ari tertawa kecil.
Agnes hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Keduanya masih berjalan beriringan melewati koridor utama. Hanya ada beberapa siswa yang mereka temui sepanjang koridor. Pintu-pintu kelas sudah dibuka semua, tapi belum banyak guru yang datang. Seseorang berseragam Cleaning Service tampak sibuk mengeluarkan bak sampah kosong dari dalam kelas.
Pripun Pak Danu? Semangat?” Ari menepuk punggung orang itu dengan ramah.
“Wah semangat terus saya,” sahut Pak Danu dengan senyum lebarnya.
“Sip, Pak.”
Agnes tersenyum lega melihat keakraban kedua orang itu. Dalam hati dia berharap semoga sekolah barunya ini juga mempunyai suasana yang sama. Akrab.
“Eh kakak. Aku ke ruang OSIS dulu ya. Mau ambil bola, kemarin ketinggalan,” ucap Ari sambil menunjuk sebuah ruang di ujung kanan.
“Oh, oke. Aku lurus aja kan?” tanya Agnes memastikan dia tidak tersesat di sekolah barunya.
“Iya. Jangan lupa belok kiri ya. Hehe. Sampai ketemu, kakak,” Ari pun berbelok ke kanan menuju sebuah ruang kecil dengan pintu berwarna biru tua.

***

Agnes melanjutkan langkahnya sambil mencoba menghafalkan ruang-ruang baru yang dilewatinya. The Little Things She Needs hitam menemani langkahnya. Rambutnya yang panjang melambai tertiup angin pagi itu. Seragamnya masih terlihat baru dan rapi. Jika papanya tidak dipindahtugaskan ke Jogja, mungkin Agnes tidak perlu beradaptasi dengan suasana baru seperti ini. Namun apa boleh buat, dia harus pindah sekolah di pertengahan semester pertama kelas Duabelas. Kalaupun tetap tinggal di Jakarta, dia harus tinggal sendiri dan mengurus rumah sendiri karena mama dan kedua adiknya ikut pindah juga ke Jogja. Kebetulan bisnis alat tulis yang dikelola mamanya sedang membangun gedung distribusi baru disana. Agnes hanya berharap dia bisa berbaur dengan teman-teman baru dan juga bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Tak terasa Agnes sampai di sebuah taman kecil. Beberapa jenis bunga anggrek memenuhi taman itu. Pantas saja diberi nama taman anggrek. Mengingatkannya pada sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta dengan nama yang sama. Tempat dia dulu berkumpul atau sekedar jalan-jalan dengan teman-teman lamanya.
Agnes berbelok ke kiri. Di lihatnya papan kecil di atas pintu kelas. Kelas Duabelas IPA Dua adalah ruang kedua setelah Duabelas IPA Satu. Masih ada empat ruang lagi setelah ruang kelasnya. Tapi Agnes tidak yakin apakah itu kelas Duabelas IPA atau IPS. Tepat di depan deretan kelas itu adalah sebuah taman rumput dengan kolam ikan ditengahnya. Di seberang tampak berjejer ruang-ruang kelas juga. Tepat di seberang ruang kelasnya adalah kelas XI IPS 2. Ternyata Ari masih kelas Sebelas.
            Agnes masuk ke ruang kelasnya yang baru. Belum ada yang datang selain dirinya. Kelas itu tampak sepi. Tidak banyak poster ataupun karya siswa yang tertempel di dinding. Di bulan September seperti ini, kelas lamanya pasti sudah penuh dengan poster ataupun project buatan anak-anak sekelas. Masih teringat saat dia terakhir kali menempelkan sebuah poster besar bergambar Manga muka teman-teman sekelasnya di pintu masuk ruang kelas lamanya, XII Science 1. Agnes memang cukup berbakat dalam menggambar. Dia berharap masih bisa menyempatkan diri menggambar di kelas Duabelas ini sebelum bersiap untuk Ujian Akhir.

***

            “Ping.” Sebuah notifikasi BBm masuk menghentikan lamunannya. Diambilnya sebuah dompet berwarna ungu dari dalam tas hitamnya. Dompet yang cukup besar untuk memuat sebuah BlackBerry didalamnya. Setelah memilih silent mode, dibacanya satu BBm yang barusaja masuk. Dari Aldo Changgrawinata.
                    “Morn dear.. Have a nice FDS.. Miss u.. J..”
Agnes tersenyum membaca pesan itu. Walaupun singkat, kata-kata cowonya sudah membuat dia bersemangat. Kini mereka harus menjalani Long Distance Relationship setelah kepindahannya ke Jogja. Memikirkan hal itu membuatnya termenung.
           “Hei.. Thank you.. Smoga lancar aj hari ni.. First Day of School.. Ahaha.. I feel like a ten grader.. Miss u too there.. J..”
           “Agnes ya?” Baru saja Agnes menekan tombol send message, sebuah tepukan di lengan kirinya membuatnya cukup tersentak. Seorang cewe dengan rambut ikal sudah berada didepannya dengan senyum lebar.
           “Oh, hey. Iya. Agnes. Kamu?” Agnes pun ikut tersenyum dan mengulurkan tangannya.
           “Aku Sita. Kamu anak baru itu kan? Soalnya kemarin Bu Henny bilang bakal ada anak baru di kelas ini,” ucap Sita meyakinkan.
           “Iya. Ini kelas XII IPA 2 kan?”
          "Betul. Wah senang sekali dapet temen baru loh. Tapi yang sabar ya, soalnya temen-temen tu ributnya minta ampun kalau di kelas. Tapi tidak apa. Daripada kelas lain yang sepiiii…,” ucap Sita dengan penuh semangat.
           Agnes tersenyum mendengar Sita yang masih bersemangat menceritakan tentang kelasnya. Sepertinya tidak akan jauh berbeda dengan kelas lamanya di Jakarta, ribut. Masih teringat ketika dia dan teman-teman sekelasnya dimarahi oleh Miss Silvi, kepala sekolahnya dulu, karena ribut sekali di dalam kelas sampai terdengar dari kelas lain. Seperti biasa, sehabis kelas Physical Education pasti masih ada sisa waktu buat ganti baju dan bersiap-siap. Itu adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan hobi teman-teman, ngobrol, teriak-teriak, ribut di kelas. Apalagi, guru yang mengajar sudah kembali ke ruangannya.
            “Heh, ngelamun aja!” seru Sita. Agnes tampak terkejut.
            “Eh, haha. Maaf. Aku keinget temen-temen lama,” ucap Agnes tersipu.
            “Tenang, temen-temen disini juga seru kok,” kata Sita, yakin.
            “Sepertinya iya,” Agnes tersenyum, “Eh, bolehkah lihat jadwal hari ini?” lanjutnya.
           “Boleh,” ucap Sita berbinar. Dia pun berjalan ke sebuah soft board dan menunjukkan barisan jadwal pelajaran kelas itu dalam seminggu.

*to be continued for some weeks* 
*be patient, jadilah pasien* :D 

           

 

My Word is Simple Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting